Cerita ini diambil sedikit dari pengalaman teman saya dan sedikit ditambah khayalan penulis. maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan latar serta alur cerita :D
Suka boleh baca. Ga suka santai aja
Boleh di copy tapi nama penulis harus tetap dicantumkan ya ._.
Don't be a silent readers :)
***
Siapa yang tak senang mendengar pengumuman langsung dari bapak
Kepala Sekolah bahwa hari ini jam 08.00 diliburkan. Ya DILIBURKAN. Berbagai
rencana langsung terlintas dikepalaku, rencana menyenangkan yang akan mengisi
hari libur yang indah ini.
“Ka, hari ini
ke Bandung gimana? Kita bayar DP baju osis” ucap Rifki yang tiba – tiba datang
menghampiriku.
“Kapan Ki?” aku
malah menanyakan hal bodoh.
“Sekarang Ka”
“Sekarang banget?”
“Iya Ka,
mumpung masih pagi biar ga macet. Ya
sekalian main lah jalan – jalan ke
Bandung”
Aku sedikit kesal pada Rifki karena dia datang
dengan tiba – tiba dan merusak semua rencana yang telah aku siapkan. Tapi
bagaimana pun juga Rifki seorang ketua Osis, jadi setidaknya aku harus
menghargainya dan setelah dipertimbangkan lagi, pergi ke Bandung tidak buruk
juga. Bener kata Rifki sekalian jalan – jalan.
“Hayu atuh Ki”
Kami pun pergi ke tempat parker untuk mengambil motor milikku.
“Ka mau
kemana?” teriak seseorang yang ternyata adalah Andi, teman dekatku.
“Ke Bandung
Rif”
“Euh, sekalian Ka”
“Sekalian apa
Rif?”
“Sekalian Andi
nitip beli sandal. Eiger ya, tapi harga standar lah antara 200 sampai 300 ribu”
“Iya dah, mana duitnya”
Andi pun memberikan uangnya yang pas-pasan, hanya tiga ratus ribu,
tak lebih dari itu dan tak berfikir untuk bensin sebagai ucapan terimakasih.
Aku dan Rifki pun segera pergi ke Bandung dengan kecepatan 50 km/jam.
Sampai di tempat tujuan, aku sedikit kecewa karena Bang Rio yang akan kami temui tak ada di rumahnya.
“Telepon Ka si
Abangnya”
“Iya Ki”
Aku pun menghubungi Bang Rio.
“Halo,
Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam
Ka. Ada apa Ka?”
“Bang lagi
dimana? Ini Raka sama Rifki ada di kontakan Abang”
“Lagi nganterin
barang Ka. Tunggu aja Ka, 10 menit juga nyampe kok”
“Iya Ka,
Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
“Lagi dimana
katanya Ka?” Tanya Rifki.
“Lagi nganterin
barang. Katanya tunggu aja sepuluh menit juga nyampe”
“Oh iya Ka”
Lima belas menit berlalu dan Bang Rifki belum pulang.
“Ka, masih
dimana katanya?”
“Ga tau Ki. Tunggu dulu aja”
Setengah jam sudah aku dan Rifki menunggu Bang Rio. Tapi Bang Rio
masih belum dating juga.
“Ka katanya 10
menit juga nyampe. Ini udah setengah jam Ka tapi belum dateng juga. Cangkeul Ka nungguanna”
“Heeh sarua Ki, coba lapar”
Beberapa menit kemudian, akhirnya orang yang ditunggu datang
juga dengan wajah tanpa merasa bersalah.
“Ayo masuk anak
– anak” Ucap Bang Rio sambil membukakan pintu rumahnya.
“Iya Bang”
Jawab kami serempak.
“Jadi gimana Ka”
“Ini Bang, kami
mau bayar DP baju osis”
“Iya, sok mana atuh”
“Ini Bang”
Aku memberikan uang DP yang telah dikumpulkan pada Bang Rio.
“Nah Bang, kita
juga mau bikin jaket. Yang jaket
uangnya mau dilunasin langsung. Bahannya pengen
kaya jaket Raka yang
coklat”
“Gampang itu mah Ki”
“Harganya
berapa Bang”
“Setarus lima
puluh ribu Ki”
“Iya Bang. Bikin 10 jaket. Ini uangnya. Tapi tulis
di bonnya setarus delapan puluh ribu
aja Bang”
“Iya gampang
Ki”
Setelah selesai urusan dengan Bang Rio. Aku dan Rifki pun pamit
untuk pulang. Dan melanjutkan perjalanan ke toko eiger untuk membeli sandal titipan Andi.
Setelah mendapat sandal dengan harga dan model yang cocok sesuai pesanan, kami
pun menuju masjid untuk sholat terlebih dahulu.
Saat perjalanan menuju masjid
“De berhenti.
Ke pinggirkan motornya” Perintah seorang polisi
Aku pun menuruti perintah polisi tersebut
“Boleh saya
lihat kelangkapan suratnya?” Ucapnya lagi
“Boleh Pak” Ucapku
sambil mengeluarkan sim, stnk serta bpkb motor dan memberikannya pada polisi
“Motor anda
saya tahan”
Aku terkejut
mendengar perkataannya.
“Salah saya apa
pak?”
“Masa kamu
tidak tahu kesalahan kamu apa?”
Aku dan polisi itu bertengkar. Wajar jika aku tidak terima motorku
ditahan. Aku tidak bersalah. Surat – surat lengkap, sim ada, peraturan lalu
lintas aku taati. Sampai akhirnya polisi itu hanya menahan stnk saja yang
ditahan dan aku mengangguk setuju.
Dengan bodohnya aku menerima begitu saja keputusan polisi itu. Aku
bingung, apa yang harus aku lakukan. Aku dan Rifki pun pasrah dan melanjutkan
perjalanan.
“Baal kamu ga mikir panjang” Ucap Rifki yang ada
dibelakangku.
Aku tak menggubris perkataan Rifki. Yang aku pikirkan bagaimana
caranya aku bias mendapatkan kemKai Stnk itu. Sampai – sampai aku sibuk dengan
pikiranku sendiri dan akhirnya satu pukulan mendarat di kepalaku.
“Kamu itu budek atau apa. Saya sudah menyuruh kamu
untuk berhenti” Amuk seorang polisi.
“Maaf Pak”
“Maaf maaf,
lain kali fokus jika sedang mengemudi”
“Iya Pak. Pak
saya kena tilang. Padahal saya tidak melakukan kesalahan. Boleh saya minta
tolong Pak?”
“Mana mungkin
kamu tidak melakukan kesalahan. Minta tolong apa?”
“Tolong bantu
saya mendapatkan kemKai Stnk saya. Domisili saya di luar kota Pak”
“Begini saja
kamu ada uang 350 ribu?”
“Saya cuman
punya 50 ribu Pak?”
Aku, Rifki dan polisi ke dua ini pun saling bernegosiasi. Tapi
terus tidak mendapatkan kesepakatan. Sampai akhirnya…
“Begini saja,
hari selasa kamu dating ke polres. Kita selesaikan di kantor”
“Baik Pak.
Kalau begitu saya boleh minta nomor handphone Bapak suapay saya bisa
menghubungi Bapak nanti”
“Tidak bisa”
Aku dan Rifki lagi-lagi pasrah dengan keputusan polisi. Kami pun
pergi menuju masjid untuk sholat. Karena tadi rencana sholat kami tertunda oleh
kasus tilang tanpa dosa. Selesai sholat, aku kemKai melamun dan cemas.
“Ka jangan
ngelamun gitu” Ucap Rifki
“Urang bingung Ki”
“Ga usah bingung. Kamu pernah ditilang
belum Ka?”
“Pernah Ki”
“Ya udah tenang aja. Prosesnya pasti sama”
“Masalahnya ini
di daerah orang Ki. Kalau di daerah sendiri sih
ga kenapa-kenapa”
Tidak mau ambil pusing lagi. Rifki mengajakku untuk segera pulang
ke Cianjur dan aku menyetujuinya. Perjalanan terasa menyeKakan bagiku. Ditambah
saat memasuki daerah Cianjur, hujan mengalir deras. Parahnya, aku tidak membawa
jas hujan atau ponco. Terpaksa kami melanjutkan perjalanan dengan menembus
hujan yang deras.
Kami pulang ke
sekolah karena tasku masih di sekolah dan hari ini ada kegitan LDKS jadi mau
tidak mau kami harus ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju
ruang secretariat osis dengan harapan ada baju yang bisa aku pinjam. Tapi
hasilnya nihil. Dan aku pun harus mengikuti kegiatan Ldks dengan baju yang
basah kuyup.
Aku menyesali
semua kejadian hari ini. Andai saja aku tidak mengikuti kemauan Rifki untuk ke
Bandung. Pastilah semua ini tidak akan terjadi. Rencana indahku berubah menjadi
buruk karena Rifki. Sudah terkena tilang, di getok polisi, kehujanan, memakai
baju basah, ditambah lapar pula. Lengkap sudah penderitaan hari ini.
Nasib… nasib…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar